A. pengertian.
Multi krisis yang melanda Indonesia sejak tahun 1997
mangakibatkan keterpurukan di berbagai bidang. Kelemahan dan
keterbatasan pemerintah serta perkembangan lingkungan global berujung
pada ketidak percayaan masyarakat kepada pemerintah.
Setelah era
reformasi di awali, pemerintah mulai melakukan perubahan paradigma
pemerintahan yang dipakai selama ini yaitu dari paradigma government (
pemerintah ) ke governance ( kepemerintahan ).
Perubahan ini
ditujukan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih ( good
governance ), yang pada umumnya berlangsung pada masyarakat yang
memiliki kontrol sosial efektif yang merupakan ciri masyarakat
demokratis.
Rogers W’O Okot Uma dari Common wealth secretariat
London ( ndraha, 2003 : 692) mendefinisikan good governance sebagai
compressing the processing and structure that guides political and
social economic relationship, with particular reference to " commitment
to democratic values, norms and honest business. (mempersingkat proses
dan struktur yang mengatur hubungan ekonomi sosial dan politis, dengan
acuan tertentu untuk memenuhi nilai-nilai demokratis, norma-norma dan
bisnis yang sehat).
Tim GCG BPKP mendefinisikan Good Corporate
Governance , yaitu: komitmen, aturan main, serta praktik penyelenggaraan
bisnis secara sehat dan beretika.
Dalam Keputusan Menteri Badan
Usaha Milik Negara Nomor : Kep-117/M-Mbu/2002 Tentang Penerapan Praktek
Good Corporate Governance Pada Badan Usaha Milik Negara (Bumn)
dijelaskan bahwa Corporate governance adalah suatu proses dan struktur
yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan
akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam
jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder
lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika.
Jadi
Good Corporate Governance dapat diartikan sebagai suatu proses dan
struktur yang digunakan untuk meningkatkan keberhasilan usaha, dan
akuntabilitas perusahaan yang bertujuan untuk meningkatkan nilai
perusahaan dalam jangka panjang dengan memperhatikan kepentingan
stakeholders serta berlandaskan peraturan perundang-undangan, moral dan
nilai etika.
Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa dalam Good Corporate Governance, terdapat beberapa hal penting yaitu :
1.
Efektivitas yang bersumber dari Budaya Perusahaan, Etika, Nilai,
Sistem, Proses bisnis, Kebijakan dan Struktur Organisasi rusahaan yang
bertujuan untuk mendukung dan mendorong pengembangan perusahaan,
pengelolaan sumber daya dan resiko secara lebih efektif dan efisien,
pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan stakeholders
lainnya.
2. Seperangkat prinsip, kebijakan dan sistem manajemen
perusahaan yang diterapkan bagi terwujudnya operasional perusahaan yang
efisien, efektif dan profitable dalam menjalankan organisasi dan bisnis
perusahaan untuk mencapai sasaran strategis yang memenuhi
prinsip-prinsip praktek bisnis yang baik dan penerapannya sesuai dengan
peraturan yang berlaku, peduli terhadap lingkungan serta dilandasi oleh
nilai-nilai sosial budaya yang tinggi.
3. Seperangkat peraturan
dan ataupun sistem yang mengarahkan kepada pengendalian perusahaan bagi
penciptaan pertambahan nilai bagi pihak pemegang kepentingan
(Pemerintah, Pemegang saham, Pimpinan perusahaan dan Karyawan) dan bagi
perusahaan itu sendiri
B. Latar belakang
Konsep Good Corporate
Governance ini mulai banyak di perbincangkan di Indonesia pada
pertengahan tahun 1997, saat krisis ekonomi melanda Asia Tenggara
termasuk Indonesia. Dampak dari krisis tersebut, banyak perusahaan
berjatuhan karena tidak mampu bertahan, salah satu penyebabnya adalah
karena pertumbuhan yang dicapai selama ini tidak dibangun di atas
landasan yang kokoh sesuai prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.
Menyadari
situasi dan kondisi demikian, pemerintah melalui Kementerian Negara
BUMN mulai memperkenalkan konsep Good Corporate Governance ini di
lingkungan BUMN, sebagai salah satu upaya untuk memperbaiki kinerja BUMN
yang memiliki nilai aset yang demikian besar untuk mendukung pencapaian
penerimaan/pendapatan negara, sekaligus menghapuskan berbagai bentuk
praktek inefisiensi, korupsi, kolusi, nepotisme dan penyimpangan lainnya
untuk memperkuat daya saing BUMN menghadapi pasar global.
Menurut Kartiwa (2004 : 8.7) terdapat dua perspektif tentang Good Corporate Governance yaitu :
1.
perspektif yang memandang Corporate Governance sebagai suatu proses dan
struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dalam
rangka meningkatkan kemakmuran bisnis dan akuntabilitas perusahaan.
2.
perspektif yang lain Good Corporate Governance menekankan pentingnya
pemenuhan tanggung jawab badan usaha sebagai entitas bisnis dalam
masyarakat kepada stakeholder.
Penerapan Good Corporate
Governance di Indonesia telah diperkuat dengan kapastian hukum, dengan
lahirnya peraturan perundangan antara lain :
1. Ketetapan MPR No. XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
2.
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi yang dirobah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
3.
Keputusan Menteri Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan Pembinaan
Badan Usaha Milik Negara No. Kep-23/PM PBUMN/2000 tanggal 31 Mei 2000
Tentang Pengembangan Praktek GoodCorporate Governance (GCG) dalam
Perusahaan Perseroan.
4. Keputusan Menteri Negara BUMN No.
KEP-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 Tentang Penerapan Praktek Good
Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara.
5. Surat Edaran
Menteri PM-PBUMN No. S-106/M-PM.PBUMN/2000 tanggal 17 April 2000 perihal
Kebijakan Penerapan Corporate Governance yang baik di semua BUMN.
6.
Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia
No. 37a/M-PAN/2002 tanggal 28 Februari 2002 perihal Intensifikasi dan
Percepatan Pemberantasan KKN.
7. Surat Komisaris PT Pos Indonesia
(Persero) Nomor. 518/S-KU/2000 tanggal 2 Oktober 2000 perihal
Pelaksanaan GCG dan Instruksi Untuk Pembentukan Tim Perumus Panduan
Penerapan GCG.
8. Surat Komisaris PT Pos Indonesia (Persero) Nomor.
520/S-KU/2000 tanggal 2 Oktober 2000 perihal Pembentukan Komite Audit.
9. Keputusan Direksi PT Pos Indonesia (Persero) No. 81/Dirut/1201
tanggal 27 Desember 2001 Tentang Gerakan Moral Pos Indonesia ? BTP
(Bersih, Transparan dan Profesional).
C. Pelaksanaan
Setelah
Indonesia dan negara-negara di Asia Timur lainnya mengalami krisis
ekonomi yang dimulai pada pertengahan tahun 1987, isu mengenai corporate
governance telah menjadi salah satu bahasan penting dalam rangka
mendukung pemulihan ekonomi dan pertumbuhan perekonomian yang stabil di
masa yang akan datang.
Pada dasarnya terminologi tersebut digunakan
untuk suatu konsep lama yang merupakan kewajiban dari mereka yang
mengontrol perusahaan untuk bertindak bagi kepentingan seluruh pemegang
saham dan stakeholder.
Khusus di Indonesia, karena struktur
kepemilikan perusahaan yang sangat terkonsentrasi, maka masalah biaya
perusahaan dapat timbul dari perbedaan kepentingan antara pemegang saham
pengendali dengan pemegang saham minoritas ( stakeholders ). Karena
kewajiban inilah maka dewan komisaris, direksi atau pemegang saham
pengendali perusahaan dilarang untuk mengambil keuntungandari orang yang
memberi kepercayaan yakni pemegang saham minoritas dan stakeholder
lainnya seperti kreditur melalui transaksi yang tidak wajar dan tidak
adil.
Pada April 1998, (OECD) telah mengeluarkan seperangkat
prinsip corporate governance yang dikembangkan seuniversal mungkin (
Herwidayatmo, 2000 : 25). Hal ini mengingat bahwa prinsip ini disusun
untuk digunakan sebagai referensi di berbagai negarayang mempunyai
karakteristik sistem hukum, budaya, dan lingkungan yang berbeda. Dengan
demikian, prinsip yang universal tersebut akan dapat dijadikan pedoman
oleh semua negara atau perusahaan namun diselaraskan dengan sistem
hukum, aturan, atau nilaiyang berlaku di negara masing-masing bilamana
diperlukan.
Prinsip-prinsip good corporate governance yang dikembangkan OECD meliputi 5 hal sebagai berikut :
1. Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham. .
2. Persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham.
3. Peranan stakeholders yang terkait dengan perusahaan.
4. Keterbukaan dan Transparansi.
5. Akuntabilitas dewan komisaris (board of directors)
Secara
umum Good Corporate Governance diperlukan untuk mendorong terciptanya
pasar yang efisien, transparan dan konsisten dengan peraturan
perundang-undangan yang berlandaskan pada beberapa prinsip dasar yaitu :
1. Pertanggungjawaban (responsibility).
Tanggung jawab perusahaan tidak hanya diberikan kepada pemegang saham juga kepada stake holder.
2. Transparansi (transparency)
perusahaan
harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang
mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan.
3. Akuntabilitas (accountability)
Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar
4. Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness )
Dalam
melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan
kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan
asas kesetaraan dan kewajaran
5. Independensi (Independency)
Untuk
melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara
independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling
mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
Dalam
pelaksanaan Good Corporate Governance di Indoneisia, salah satu BUMN
yang telah melaksanakannya yaitu PT POS Indoneisia. Ketentuan
pelaksanaan Good Corporate Governance di PT POS Indonesia tercantum
dalam Keputusan Direksi Pt Pos Indonesia (Persero) Nomor : Kd
55/Dirut/1202 Lampiran : 1 (Satu) Tentang Pedoman Penerapan Good
Corporate Governance (Gcg) Di Lingkungan Pt Pos Indonesia (Persero)
sumber : http://one.indoskripsi.com/node/7061
Rabu, 31 Oktober 2012
Jumat, 05 Oktober 2012
Sarbanes-Oxley Act
Sarbanes-Oxley Act (Sarbanes-Oxley
Act of 2002, Public Company Accounting Reform and Investor Protection
Act of 2002) atau kadang disingkat SOx
atau Sarbox adalah hukum federal Amerika Serikat yang telah
ditetapkan pada 30 Juli
2002 sebagai tanggapan
terhadap sejumlah skandal akuntansi perusahaan besar yang di antaranya melibatkan Enron, Tyco International, Adelphia, Peregrine Systems dan WorldCom. Skandal-skandal
yang menyebabkan kerugian bilyunan dolar bagi investor karena runtuhnya harga saham perusahaan-perusahaan
yang terpengaruh ini mengguncang kepercayaan masyarakat terhadap pasar saham
nasional. Akta yang diberi nama berdasarkan dua sponsornya, Senator Paul Sarbanes (D-MD)
and Representatif Michael G. Oxley (R-OH), ini telah disetujui
oleh Dewan dengan suara 423-3
dan oleh Senat dengan suara 99-0 serta disahkan
menjadi hukum oleh Presiden George W Bush.
Perundang-undangan
ini menetapkan suatu standar baru dan lebih baik bagi semua dewan dan manajemen perusahaan
publik serta kantor akuntan publik walaupun tidak
berlaku bagi perusahaan tertutup. Akta ini terdiri dari 11
judul atau bagian yang menetapkan hal-hal mulai dari tanggung jawab tambahan
Dewan Perusahaan hingga hukuman pidana. Sarbox juga menuntut Securities and Exchange Commission
(SEC) untuk menerapkan aturan persyaratan baru untuk menaati hukum ini.
Perdebatan
mengenai untung rugi penerapan Sarbox masih terus terjadi. Para pendukungnya
merasa bahwa aturan ini diperlukan dan memegang peranan penting untuk
mengembalikan semua kepercayaan publik terhadap pasar modal
nasional dengan antara lain memperkuat pengawasan akuntansi
perusahaan. Sementara para penentangnya berkilah bahwa Sarbox tidak diperlukan
dan campur tangan pemerintah dalam manajemen perusahaan menempatkan
perusahaan-perusahaan AS pada kerugian kompetitif terhadap perusahaan asing.
Sarbox menetapkan
suatu lembaga semi pemerintah, Public
Company Accounting Oversight Board (PCAOB), yang bertugas mengawasi,
mengatur, memeriksa, dan mendisiplinkan kantor-kantor akuntan dalam peranan
mereka sebagai auditor perusahaan publik. Sarbox juga mengatur masalah-masalah
seperti kebebasan auditor,
tata kelola perusahaan, penilaian pengendalian internal, serta pengungkapan
laporan keuangan yang lebih dikembangkan.
sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Sarbanes-Oxley
Langganan:
Postingan (Atom)